Senin, 10 Juni 2013

CERPEN; VIRUS WANITA YANG MENYAKITKAN



By :  Abu Bakar EL_Barbasy

Ayam mulai berkokok, adzan subuh pun dikumandangkan, ibuku membangunkanku supaya berjama'ah Shubuh dan bersiap-siap untuk berangkat ke pesantren.
“Rian… ayo cepat bangun!!.. Sudah adzan!!.. sholat Shubuh berjama'ah, terus siap-siap berangkat ke pesantren,” terdengar suara lembut ibuku, aku langsung bangun.
”Iya, Bu.. Rian bangun,” sahutku padanya.
Aku langsung bangun dan bersiap-siap untuk berjama'ah sholat Shubuh. Setelah sholat, aku siapkan barang-barang yang mau aku bawa ke pesantren.
Hari itu adalah hari yang menyedihkan bagiku, karena pada hari itu aku harus berangkat  ke pesantren dan harus berpisah dengan ortuku untuk melanjutkan belajarku di pesantren. Waktu itu umurku masih lumayan kecil untuk berpisah dengan ortu, umurku ± 12 tahun, makanya aku masih berat untuk berpisah dengan ortu. Jam menunjukan pukul 08.30 WIB. padahal ortuku merencanakan berangkat pukul 09.00 WIB. waktu tinggal setengah jam, aku duduk menyendiri melamun sedih, karena sebentar lagi harus berpisah dengan ortu. Pukul 09.00 WIB pun tiba, Ibuku memanggilku, “Rian.. ayo berangkat!!.., barang-barangnya dimasukkan semua ke dalam mobil!!.. nanti kita terlambat, kantornya keburu tutup…”
“Iya, Bu..” sahutku sedih.
Aku bergegas membereskan barang-barang ke dalam mobil. Akhirnya berangkatlah kami ke pesantren, kami sampai pesantren pukul 11.00 WIB., sesampai di pesantren, ortuku membawaku ke kantor pesantren dan sekolah untuk mendaftar.
Ortuku mendaftarkanku ke sekolah Salaf, itu juga merupakan keinginanku dari dulu, sebab dulu cita-citaku ingin jadi "Mufakkir Islamy".


Waktu berpisah pun tiba, ortuku berpamitan kepadaku untuk pulang, waktu itu aku benar-benar sangat sedih, di tengah-tengah kesedihanku, ayahku berpesan sebelum meninggalkanku, “Rian.. Abah pesan padamu.. Selama kamu belajar di pesantren jaga dirimu baik-baik ya, Nak.. kamu harus bisa bahagiakan ortumu dengan kesuksesanmu dalam belajar.. dan jangan berpacaran.. hindari virus wanita.. jangan sampai kamu mendekatinya, apalagi terkena virus tersebut..”
Insya Allah, Bah.. Aku akan serius belajar sehingga meraih kesuksesan dan akan jaga diriku dari pengaruh wanita..” jawabku.
Kemudian ortuku memelukku dan pulang meninggalkanku. Aku merasakan hari itu adalah hari yang paling menyedihkan bagiku.
                Suasana yang ramai dan menyenangkan membuatku sedikit demi sedikit lupa dengan ortu. Aku mulai masuk belajar di sekolah Salaf, di sekolah itu hanya mempelajari kitab-kitab kuning sehingga aku merasakan seakan berada di dunia baru.
                Setahun, dua tahun, sampai tiga tahun pun aku lalui duduk di sekolah salaf, sehingga memori otakku semakin dipenuhi pengetahuan-pengetahuan agama yang bagiku itu adalah hal baru. Apalagi dengan ke-originalan otakku yang belum kemasukan virus-virus wanita, aku bisa menghafal bait-bait Al Imrithy yang berjumlah ± 250 bait dalam jangka waktu yang pendek, sekaligus faham maksud bait-bait tersebut dengan baik, sehingga menjadikan guru-guruku percaya kepadaku dan disuruh menggantikannya jika mereka berhalangan, sungguh bangganya diriku..
                Sekolah salafku punya acara rutin tahunan berupa pementasan siswa-siswa yang berhasil menghafal bait-bait Al Imrithy, acara ini diadakan besar-besaran di depan gedung sekolah yang berukuran lumayan luas dan mengundang seluruh lembaga-lembaga yang bernaung di bawah pesantren, baik putra ataupun putri. Tahun inilah giliran kami untuk pentas di atas panggung melantunkan bait-bait Al Imrithy yang kami hafal dan menjawab pertanyaan-pertanyaan pengunjung seputar kandungan bait-bait tadi. Guruku pun datang ke kelasku dan mengumumkan acara tersebut.
Anak-anak.. kami umumkan bahwa tahun ini adalah giliran kalian untuk pentas di atas panggung melantunkan bait-bait Al Imrithy. Kalian jangan lupa meningkatkan pendalaman pemahamannya, karena nanti akan dibuka pertanyaan untuk para pengunjung..” pesan beliau.
Acaranya kapan, Ustadz..?” tanya kami padanya.
Insya Allah acaranya dua minggu lagi..
Mendengar berita bahwa acaranya sudah sangat dekat, aku pun tingkatkan pemahamanku. Karena aku ingin nanti di malam pementasan bisa menjawab pertanyaan dari pengunjung.
                Acara pun tiba, kami dibusanai seragam yang bagus oleh                                                                                                                                 sekolah, sehingga terlihat rapi dan cakep, nama-nama kami dipanggil satu-persatu beserta nama-nama ortu kami, suara organpun mengiringi langkah kami menuju panggung, dan berbaris rapi menghadap pengunjung, kami lantunkan bait-bait Al Imrithy yang berlangsung selama ± 1 setengah jam.
Tibalah waktunya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari pengunjung. Seperti biasanya, pemandu tanya-jawab mempersilakan kapada pengunjung untuk bertanya dan membatasi pertanyaan sampai tiga pertanyaan saja, kemudian majulah salah satu dari pengunjung untuk menanyakan pertanyaan yang pertama, setelah pertanyaan dilontarkan, aku sebenarnya punya jawaban untuk pertanyaan itu, tapi aku malu dan grogi untuk menjawabnya, akhirnya pertanyaan yang pertama dijawab oleh temanku, begitu juga pertanyaan kedua, setelah itu aku berfikir, "Aku harus berani menjawab, karena ini impianku sebelumnya, dan ini adalah kesempatanku yang terakhir." Dan aku pun memberanikan diri untuk menjawab pertanyaan yang terakhir, aku bersyukur sekali karena jawabanku sangat memuaskan si penanya, acara pun selesai.
Pagi setelah pementasan pun datang, aku berangkat ke sekolah dengan hati yang masih senang, kebetulan guruku waktu itu tidak hadir, mungkin beliau kelelahan. Aku asyik bergurau dengan teman-teman sekelasku, di tengah-tengah asyiknya bergurau, terdengar di telingaku suara menanyakan namaku, "Kenal Rian gak??" Suara itu masuk ke telingaku. Dengan rasa penasaran, aku keluar melihatnya, ternyata terlihat anak berpakaian sekolah MA bertanya temanku. Temanku yang ditanya langsung menunjuk ke arahku, akhirnya anak yang berpakaian sekolah MA pun menghampiriku dan meminta waktuku untuk menyampaikan sesuatu, aku pun bersedia, tanganku ditariknya menuju tempat yang sepi, di situlah aku dan dia berbincang-bincang.
Assalamu'alaikum…” salamnya kepadaku.
Wa'alaikum salam.. Ada apa, Mas..??” tanyaku padanya.
Kamu Rian yaa..”
Iya, benar.. Ada apa yaa..??”
Ada titipan salam dari temenku cewek, namanya Hani.. katanya salam kenal.. dia sering lihat kamu di pengajian sentral putra-putri bareng abah yai.. semalam kebetulan dia lihat kamu sewaktu jawab pertanyaan, trus minta ke aku nyampein salam ke kamu..
'Alaika wa 'alaiha salam.. Terus ada yang lain, Mas..??”
“Udah itu aja.. makasih ya atas waktunya.. ma'af udah ganggu..”
“Ya sama-sama..” balasku lalu dia melangkahkan kakinya untuk meninggalkanku, tapi aku panggil kembali, “Sebentar!!, maaf sebelumnya, kamu namanya siapa yaa..??” tanyaku untuk yang terahir kalinya.
Namaku Arif.. aku sekelas sama dia.., ya udah, aku pulang dulu yaa..” Akhrinya dia pun melangkah pergi meninggalkanku. Di pikiranku masih terbenak rasa penasaran pada salam yang dia sampaikan. Hani siapa yaa..?? ucapku di hati, tapi aku berusaha untuk melupakannya, karena aku tidak mau terjerumus pada jurang kegagalan sebab virus wanita, aku pun bisa melupakan hal itu.
Tapi parahnya, ternyata salam itu datang tidak sekali-dua kali, hampir setiap hari aku menerimanya, salam itu juga tidak hanya dititipkan ke Arif saja, bahkan dititipkan pada setiap anak yang dianggap kenal denganku dan menyampaikannya setiap ketemu aku, mulai itu aku tambah penasaran siapa sebenarnya Hani itu??, aku pun berusaha untuk menghindarinya dan tidak meresponnya, karena pesan ayahku selalu datang di hatiku yang akhirnya menghalangiku dari virus wanita itu.
Setengah tahun pun berlalu tapi salam darinya masih selalu datang menghantuiku, ucapan selamat dan hadiahnya pun datang di setiap moment-moment tertentu, tapi keteguhan hatiku belum juga pudar, aku selalu menghindar dan tidak meresponnya.
Suatu hari teman dekatku bernama khoer (dia adalah teman curhatku di setiap ada masalah) datang menghampiriku dan mengajakku menemuinya untuk menyelesaikan permasalahan ini, dia ingin supaya aku ngomong sama Hani, bahwa aku tidak ingin diganggu dengan salam-salam yang dia titipkan pada teman-temanku dan agar tidak mengasih sesuatu di setiap datangnya moment-moment. Akhirnya aku mau demi ketenangan belajarku.
Kami berdua pun datang menemuinya, akhirnya aku bisa bertemu dan bertatap muka langsung dengannya dan itu adalah kali pertamanya aku melihat dia. Parahnya, setelah aku melihat wajahnya, tujuanku yang sudah aku rencakan sebelumnya buyar entah ke mana. Wajah yang putih, bundar dan cantik, ditambah senyum yang manis itu ternyata telah merobek habis tujuanku, aku pun gagap berbicara karena grogi, akhirnya Khoer, temanku, membantuku untuk menyampaikan tujuanku menemuinya, perbincangan kami pun selesai, aku lihat tampak pucat di wajah Hani, karena mungkin kekecewaannya padaku, kemudian kami pulang meninggalkannya.
Setelah kejadian itu tampaknya muncul di hatiku rasa penyesalan, tampaknya hatiku mulai luluh, aku juga sadar bahwa aku juga manusia yang punya hati dan perasaan, wajah Hani selalu terbayang di pikiranku, berat sekali untuk melupakannya. Di saat keadaanku yang seperti ini ternyata setan tahu, dengan kelicikannya membujukku agar merespon dan mencari tahu tentang dia, bujukannya pun berhasil mempengaruhi keteguhanku, mulai itu aku berusaha mencari tahu tentang dia dengan menanyakan pada teman-teman dekatnya. Aku pun mulai titipkan salamku untuknya, dan menunggu balasan darinya, hubunganku dengan Hani semakin dekat, dan akhirnya pun kita berdua jadian, kita jalani hubungan itu secara backstreet dan hubungan kami pun semakin menyenangkan, walaupun dia lebih tua dariku setahun.
Semenjak jadianku dengan Hani, aku selalu disibukkan dengan menulis dan membalas surat untuknya, aku selalu tidur malam untuk menunggu teman-teman kamarku tidur demi untuk menulis surat untuknya, sejak itu hidupku seakan kucurahkan untuknya semua, hidupku pun serasa diwarnai olehnya, tapi di balik itu semua ternyata belajarku terkesampingkan, nilai-nilai ujianku pun menurun drastis, entah setan apa yang merasukiku sehingga lupa tujuan utamaku di pesantran dan lupa pesan yang disampaikan ayahku dulu.
Tidak terasa hubunganku dengannya berlangsung cukup lama, aku jalani hubungan itu selama tiga tahun walaupun aku jalani dengan cara backstreet, aku dengan Hani pun bersepakat untuk menjalaninya sampai ke pelaminan nanti, kita berdua saling berjanji untuk saling percaya dan menjaga cinta kita, bahagianya diriku waktu itu.
 Tapi tidak kusangka kesedihan pun datang menimpaku, ternyata Allah berkehendak lain. Seminggu setelah kami sepakat untuk saling percaya dan menjaga, kabar buruk terdengar di telingaku bahwa Hani dijodohkan oleh abah yai dengan abdi dalemnya yang sudah lama mengabdi padanya, namanya Alim, hari itu hatiku sakit seakan disayat-sayat pisau yang tajam, akhirnya aku minta ke Hani agar kita bisa bertemu dan menjelaskan apa yang terjadi sebenarnya, aku pun bertemu dengannya di suatu tempat, dan di situ aku meminta Hani agar menjelaskan semuanya.
“Han.. Ada apa sebenarnya..??” tanyaku lemas, ”bukannya seminggu yang lalu kita sudah saling berjanji untuk saling menjaga cinta kita??, kenapa sekarang kamu mudah banget membalik telapak tangan??”
Ma'afin aku, Mas.. aku ngga tahu harus berbuat apa.. Abah yai menjodohkanku dengan Alim.. aku ngga berani untuk menolaknya..” jawabnya.
Tapi Han.. kamu kan punya hak untuk memilih pasangan hidupmu..”
“Ma'af Mas.. aku ngga bisa.. itu perintah Abah yai..”
Han.. Apa kamu tega melihatku sedih?? Aku udah korbankan semuanya untukmu.. sampai waktu untuk belajarku pun aku korbankan untukmu Han.. tapi sekarang kamu ngga bisa kasih buat aku yang terbaik..”
Hani pun menundukkan wajahnya, di matanya terlihat kristal air mata yang menetes ke pipinya, aku pun tidak tega melihatnya menangis. “Ya udah.. ngga usah menangis.. kalo itu keputusanmu yang terbaik, aku ngga bisa memaksa..” lanjutku, coba menenangkannya.
“Ma'afin aku Mas..”  jawabnya sambil menangis.
Akhirnya aku tinggalkan dia, dengan pesanku yang terakhir untuknya, "Semoga bahagia ya Han.."
Penyesalan pun datang di akhir, aku sangat menyesal atas kegegabahanku ini, aku sudah mengecewakan ortuku, aku telah lalaikan pesan ayahku. Sekolahku berantakan, nilai-nilaiku hancur, aku pun tidak mendapatkan wanita yang aku cintai, semua itu akibat virus wanita yang menyakitkan!!. Semenjak itu aku berjanji untuk tidak mencintai wanita siapa pun sebelum aku bisa meraih keberhasilan, selamat tinggal kegelapan, dan selamat datang kemenangan..       
    

Tidak ada komentar:

Posting Komentar